"Hai"
Agak aneh sebetulnya memilih kata tersebut sebagai awalan di surat ini. Sangat bertolak belakang dengan judulnya, bukan? Namun setelah aku pikirkan, itu adalah kata yang paling cocok.
Setelah setiap tahunnya berjuang mati-matian demi berdamai dengan takdir, akhirnya aku bisa menyusulmu untuk mengakhiri kisah kita yang sudah kadaluarsa.
Angka delapan yang menyatukan kita, kini membantuku untuk melepaskan ego yang terus memeluk bayangan dirimu.
Jika ini adalah momen terakhir aku bisa mengenangmu, maka aku akan menyimpan karaktermu sebagai cinta pertama yang mengajarkan banyak hal.
Benang merah yang mengikat kita berdua memang cukup rumit dan sedikit menyebalkan. Tetapi tetap ada hal indah yang selalu membuat hatiku berdebar.
Kembali ke halaman pertama di mana kisah kita dimulai. Itu rasanya sangat manis. Setiap harinya ada hal baru yang aku rasakan.
Sampai detik ini, aku masih tak percaya jika pernah dicintai oleh orang sepertimu. Ada kalanya aku bingung, kenapa kamu tetap mencariku saat itu?
Meski kebahagiaan tak menjadi satu-satunya emosi yang aku rasakan, tetapi aku tetap bersyukur pernah bertemu denganmu.
Jika garis takdir kita kembali bersinggungan di kehidupan kali ini, atau di mana pun Sang Ilahi mengizinkan, aku harap kita bisa saling menyapa dengan penuh sukacita.
Tak perlu kembali menjadi sepasang kekasih, cukup menjadi kawan yang saling mendoakan satu sama lain.
Sebelum surat ini mencapai akhir, aku mendoakan kebahagiaanmu. Di mana pun kamu berada, apapun yang kamu lakukan. Aku harap, Tuhan selalu melindungimu dan mempermudah urusanmu.
Terima kasih sudah hadir di hidupku, terima kasih sudah berkenan menjalani kontrak belajar denganku, terima kasih sudah mengajarkanku tentang apa itu cinta, terima kasih atas segala hal yang sudah kamu lakukan.
Kisah kita memang indah, tetapi sudah mencapai batasnya. Meski tidak ada lagi kesempatan untuk bertukar canda, aku selalu mendoakan kebahagianmu.
Untukmu yang aku temui saat musim panas terakhir di bangku SMP, selamat tinggal.
![]() |
Foto oleh Pixabay dari Pexels |
Post a Comment